Twitter Updates

    follow me on Twitter

    Minggu, 19 Juni 2011

    kenyataan

    saya mengerti sekarang.... mengejar gunung yang tak bisa dipeluk juga sia-sia... benarlah kalau taakan lari gunung dikejar... jadi lebih baik fokus kepada yang mencintai kita daripada mempertahankan masalah yang hanya mendatangkan penyakit... hehehehehe

    Kamis, 07 April 2011

    ada apa??

    menulis disini lagi...... mencoba menuangkan yang tidak ada menjadi ada....

    Rabu, 16 Desember 2009

    CATATAN-CATATANKU

    http://www.facebook.com/note.php?created&&suggest¬e_id=245775587387#/notes.php?id=1560216518
    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan kasihNya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan penyusunan dari makalah ini.
    Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) mengenai masalah Faktor Fisik, Stres dan Kelelahan Kerja.
    Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Harapan Penyusun , makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi bidang ilmu yang berhubungan maupun khayalak umum dan dapat memberikan gambaran mengenai mengenai masalah Faktor Fisik, Stres dan Kelelahan Kerja. Kritik serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan.



    Manado, November 2009

    Penyusun













    DAFTAR ISI

    Halaman
    KATA PENGANTAR……………………………………………… i
    DAFTAR ISI…………………………………………………….. ii
    BAB I PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang ..........………………………………... 1
    1.2 Rumusan ........…………….........…………............… 2
    1.3 Tujuan dan Manfaat...………………………………........ 2
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA
    2.1 Faktor Fisik............………………………………........ 3
    2.2 Stres Kerja……………………………………………… 13
    2.3 Kelelahan Kerja.......................................................... 21

    BAB III PENUTUP
    4.1 Kesimpulan………………………………………….. 25
    4.2 Saran………………………………………………… 25

    DAFTAR PUSTAKA................................................................ 26


    BAB I PENDAHULUAN


    1.1 Latar belakang
    Perkembangan teknologi yang semakin meningkat saat ini terasa sangat kompleks dampaknya. Disatu pihak perkembangan itu memberikan manfaat-manfaat dan kemudahan-kemudahan pada tenaga manusia, tetapi dilain pihak menimbulkan masalah-masalah yang membutuhkan perhatian khusus. Hal tersebut mendorong manusia mengerahkan segenap potensi untuk mengembangkan diri dan memanfaatkan fasilitas serta sumber daya yang ada. Dengan demikian manusia bisa mencukupi kebutuhan hidup baik secara fisik maupun secara psikis. Bekerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan sering kali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang ingin dicapai dan orang berharap aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawakan suatu keadaan yang lebih memuaskan dari sebelumnya (Pandji Anoraga, 2001: 11). Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan teknologi maju dan modern. Salah satu konsekuensi dari perkembangan industri yang sangat pesat dan persaingan yang ketat antar perusahaan di Indonesia sekarang ini adalah tertantangnya proses produksi kerja dalam perusahaan supaya terus menerus berproduksi selama 24 jam. Dengan demikian diharapkan ada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi untuk mencapai keuntungan yang maksimal (Budi Imansyah, 2004: 1). Pada dasarnya tujuan utama dari perindustrian adalah untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dengan lebih memperhatikan subyek-subyek yang terlibat didalamnya, terutama dalam hal perlindungan terhadap manusia dan lingkungan kerja. Peranan manusia dalam industri tidak dapat diabaikan karena sampai saat ini dalam proses produksi masih terdapat adanya ketergantungan antara alat-alat kerja atau mesin dengan manusia, atau dengan kata lain adanya interaksi antara manusia, alat dan bahan serta lingkungan kerja (Sutaryono, 2002: 6).
    Interaksi antara manusia, alat dan bahan, serta lingkungan kerja menimbulkan beberapa pengaruh terhadap tenaga kerja. Pengaruh atau dampak negatif sebagai hasil samping proses industri merupakan beban tambahan dari tenaga kerja, yang bisa menimbulkan stress dan kelelahan.
    1.2 Rumusan
    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Produktifitas Kerja, antara lain Faktor fisik, Stres dan kelelahan

    1.3 Tujuan dan Manfaat
    Tujuan dan agar didapatkan pekerja Indonesia yang sehat, optimal, produktif

    BAB II. ISI


    2.1 Faktor Fisik
    Faktor fisik merupakan komponen yang terdapat dilingkungan kerja seperti kebisingan, penerangan, iklim kerja, getaran dan radiasi, yang biasanya mempengaruhi tenaga kerja (Dep.Naker, 2004: 9). Faktor fisik yang diteliti dalam penelitian ini adalah kebisingan, penerangan dan iklim kerja.
    2.1.1 Kebisingan
    2.1.1.1 Pengertian Kebisingan
    Bising adalah suara/bunyi yang tidak dikehendaki bagi manusia (Emil Salim, 2002:246). Sedangkan bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis. Terdapat dua hal yang yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Telinga manusia mampu mendengar frekuensi antara 16 – 20.000 Hz (Suma’mur PK, 1996: 58). Sedangkan intensitas kebisingan yang dianjurkan bedasarkan Kep. Men. No. 55 tahun 1999 adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja. Adapun tingkat paparan kebisingan maksimal selama satu hari pada ruang proses produksi yang dapat dilihat pada tabel 1:



    Tabel 1. Tingkat paparan kebisingan
    NO TINGKAT KEBISINGAN (dBA) PEMAPARAN HARIAN
    1. 85 8 JAM
    2. 88 4 JAM
    3. 91 2 JAM
    4. 94 1 JAM
    5. 97 30 MENIT
    6. 100 15 MENIT
    Sumber: KepMenKes RI No 261/MenKes/SK/II/1998

    2.1.1.2 Jenis – jenis kebisingan
    Menurut Suma’mur PK (1996:58) jenis–jenis kebisingan yang sering ditemukan adalah:
    1) Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi luas, seperti mesin- mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain
    2) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit, misalnya gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain
    3) Kebisingan terputus-putus (intermittent) seperti lalulintas, suara kapal terbang
    dilapangan udara
    4) Kebisingan impulsif, misalnya pukulan tukul, tembakan bedil, ledakan
    5) Kebisingan impulsif berulang seperti mesin tempa di perusahaan
    2.1.1.3 Pengaruh Kebisingan
    Setiap tenaga kerja memiliki kepekaan sendiri-sendiri terhadap kebisingan, terutama nada yang tinggi, karena dimungkinkan adanya reaksi psikologis seperti stres, kelelahan, hilang efisiensi dan ketidaktenangan (Sutaryono, 2002: 17).
    Lebih dari itu Mike Wardhani,dkk (2004: 445), menyatakan pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan (efek fisiologis) adalah kerusakan pada indra pendengar yang menyebabkan ketulian. Disamping itu sumber kebisingan yang tinggi memiliki pengaruh terhadap tenaga kerja, yaitu :
    1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja
    2) Mengganggu komunikasi atau percakapan antar pekerja
    3) Mengurangi konsentrasi
    4) Menurunkan daya dengar, baik yang bersifat sementara maupun permanen
    5) Tuli akibat kebisingan (AM Sugeng Budiono, 2003: 33).
    Pernyataan diatas diperkuat dengan penelitian Laird yang dikutip oleh Rizeddin.Rasjid,dkk (1989:17), ditemukan adanya pengaruh kebisingan terhadap penurunan prestasi kerja pada tingkat kebisingan 50 – 60 dB.A. Rizeddin.Rasjid,dkk (1989: 16) juga menyatakan ada berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas seseorang yang bekerja ditempat kerja yang bising, faktor-faktor tersebut adalah:
    1) Frekuensi kebisingan, nada tinggi adalah lebih mengganggu daripada nada rendah.
    2) Jenis kebisingan, kebisingan terputus-putus lebih mengganggu daripada kebisingan kontinyu.
    3) Sifat pekerjaan, pada pekerjaan yang rumit atau kompleks lebih banyak terganggu daripada pekerjaan yang sederhana.
    4) Variasi kebisingan, makin sedikit variasinya maka makin sedikit pula gangguannya.
    5) Sikap individu, karyawan yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), yaitu ear plugh/ear muff akan lebih banyak terganggu daripada yang menggunakan APD.

    2.1.1.4 Pengukuran Kebisingan
    Pengukuran kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja sehingga dapat dianalisis dan dicari pengendaliannya. Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan adalah dengan menggunakan sound level meter dengan satuan intensitas kebisingan sebagai hasil pengukuran adalah desibel (dBA). Alat ini mampu mengukur kebisingan diantara 30 -130 dBA dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Alat kebisingan yang lain adalah yang dilengkapi dengan octave band analyzer dan noise dose meter (Depnaker, 2004: 112).

    2.1.2 penerangan
    2.1.2.1 Pengertian penerangan
    Menurut peraturan pemerintah (1999), penerangan ditempat kerja adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksakan kegiatan secara efektif. Penerangan dapat berasal dai cahaya alami dan buatan. Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikaan mengenai hubungan antara produktivitas dengan penerangan telah memperlihatkan, bahwa penerangan yang cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan dapat menghasilkan produksi maksimal dan penekanan biaya (Sutaryono, 2002: 19).
    Berdasarkan peraturan pemerintah (1999) tentang persyarataan kesehatan lingkungan kerja, yang dimaksudkan dengan intensitas penerangan ditempat kerja dapat dilihat pada tabel 2:
    Tabel 2. Intensitas penerangan
    Jenis Kegiatan Intensitas Penerangan (Lux) Keterangan
    Pekerjaan kasar & tidak terus menerus yang kontinyu 100
    Ruang penyimpanan dan ruang peralatan yang memerlukan pekerjaan

    Pekerjaan kasar & terus menerus 200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar

    Pekerjaan rutin
    500
    Pekerjaan kantor/administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin dan perakitan

    Pekerjaan halus
    1000 Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerja pemeriksan
    Pekerjaan amat halus
    1500 tidak menimbulkan bayangan Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang halus

    Pekerjaan detail
    3000 tidak menimbulkan bayangan Pemeriksaan pekerjaan, perakitan yang sangat halus

    Sumber: KepMenKes RI No 261/MenKes/SK/II/1998

    2.1.2.2 Jenis Penerangan
    Penerangan diklasifikasikan berdasarkan cara pendistribusiannya (Rizddin.Rasjid,dkk, 1989: 13) menjadi:
    1) Penerangan langsung (direct lighting), hampir semua cahaya didistribusikan ke bawah (90-100%), paling efisien digunakan karena banyaknya cahaya yang mencapai permukaan kerja adalah maksimum, namun sering menimbulkan bayangan dan kesilauan (bila cahaya terlalu kuat).
    2) Penerangan semi langsung (semi-direct lighting), distribusi cahaya diarahkan kebawah (60-90%)
    3) General difuse, kurang lebih 40-60% cahaya diarahkan kebawah dan 40-60% diarahkan keatas.
    4) Semi-indirect lighting, 60-90% cahaya didistribusikan kearah atas dan 10-40% kearah bawah, untuk itu nilai pantulan dari langit-langit harus tinggi agar cahaya lebih banyak yang dipantulkan kebawah.
    5) Indirect lighting, distribusi cahaya katas 90-100%, tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan, tetapi mengurangi efisiensi cahaya. Adapun tipe penerangan yang dapat digunakan di perusahaan adalah:
    1) Penerangan umum (general lighting)
    2) Penerangan lokal (localized general ligting)
    2.1.2.3 Pengaruh Penerangan
    Penerangan yang baik dapat memberikan keuntungan pada tenaga kerja, yaitu peningkatan produksi dan menekan biaya, memperbesar kesempatan dengan hasil kualitas yang meningkat, menurunkan tingkat kecelakaan, memudahkan pengamatan dan pengawasan, mengurangi ketegangan mata, mengurangi terjadinya kerusakan barang-barang yang dikerjakan.
    Penerangan yang buruk dapat berakibat kelelahan mata, memperpanjang waktu kerja, keluhan pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata, kerusakan indra mata, kelelahan mental dan menimbulkan terjadinya kecelakaan (Mieke Wardhani. dkk, 2004: 447).
    2.1.2.4 Pengukuran penerangan
    Pengukuran intensitas penerangan dilakukan dengan menggunakan alat Luxmeter atau lighmeter. Alat ini bekerja berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi energi listrik oleh photo electric cell.
    Intensitas penerangan diukur dengan dua cara, yaitu:
    1) Penerangan umum, diukur setiap meter persegi luas lantai, dengan tinggi pengukuran kurang lebih 85 cm dari lantai
    2) penerangan lokal, diukur ditempat atau meja kerja pada obyek yang dilihat oleh tenaga kerja.
    Intensitas penerangan dinyatakan dalam Lux (AM.Sugeng Budiono, 2003: 31).

    2.1.3 Iklim Kerja
    2.1.3.1 Pengertian Iklim kerja
    Menurut Suma’mur PK (1996: 84) iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut bila dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh dapat disebut dengan tekanan panas. Indeks tekanan panas disuatu lingkungan kerja adalah perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas seseorang.
    Suhu tubuh manusia dapat dipertahankan secara menetap oleh suatu sistem pengatur suhu (Thermoregulatory system). Suhu menetap ini adalah akibat keseimbangan diantara panas yang dihasilkan didalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan sekitar.
    Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivias kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24 derajat Celsius sampai 27 derajat Celsius (Sritomo Wigjosoebrata, 2003).

    2.1.3.2 Macam Iklim Kerja
    Kemajuan teknologi dan proses produksi didalam industri telah menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca tertentu, yang dapat berupa iklim keja panas dan iklim kerja dingin.
    1) Iklim Kerja Panas
    Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari (AM.Sugeng Budiono, 2003: 37). Panas sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara terus menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan kelingkungan sekitar. Agar tetap seimbang antara pengeluaran dan pembentukan panas maka tubuh mengadakan usaha pertukaran panas dari tubuh kelingkungan sekitar melalui kulit dengan cara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi (Suma’mur PK, 1996: 82).
    (1) Konduksi, merupakan pertukaran diantara tubuh dan benda-benda sekitar dengan melalui sentuhan atau kontak. Konduksi akan menghilangkan panas dari tubuh apabila benda-benda sekitar lebih dingin suhunya, dan akan menambah panas kepada tubuh apabila benda-benda sekitar lebih panas dari tubuh manusia.
    (2) Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Pada proses ini pembuangan panas terbawa oleh udara sekitar tubuh.
    (3) Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih panjang dari sinar matahari.
    (4) Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit akan cepat menguap bila udara diluar badan kering dan terdapat aliran angin sehingga terjadi pelepasan panas dipermukan kulit, maka cepat terjadi penguapan yang akhirnya suhu badan bisa menurun.
    Terhadap paparan cuaca kerja panas, secara fisiologis tubuh akan berusaha menghadapinya dengan maksimal, dan bila usaha tersebut tidak berhasil akan timbul efek yang membahayakan. Karena kegagalan tubuh dalam menyesuaikan dengan lingkungan panas maka timbul keluhan-keluhan sepert kelelahan, heat Cramps, Heat exhaustion, dan Heat stroke.
    1. Kelelahan
    Orang bekerja maksimal 40 jam/minggu atau 8 jam sehari. Setelah 4 jam kerja seseorang harus istirahat, karena terjadi penurunan kadar gula dalam darah. Tenaga kerja akan merasa cepat lelah karena pengaruh lingkungan kerja yang tidak nyaman akibat tekanan panas.
    2. Heat cramps, dapat terjadi sebagai akibat bertambahnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari dalam tubuh, sehingga bisa menyebabkan kejang otot, lemah dan pingsan
    3. Heat exhaustion, biasanya terjadi karena cuaca yang sangat panas terutama bagi mereka yang belum beradaptasi tehadap udara panas. Penderita biasanya keluar keringat banyak tetapi suhu badan normal atau subnormal, tekanan darah menurun, denyut nadi lebih cepat.
    4. Heat stroke, terjadi karena pengaruh suhu panas yang sangat hebat, sehingga suhu badan naik, kulit kering dan panas (AM Sugeng Budiono, 2003: 37).

    2) Iklim Kerja Dingin
    Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Kondisi semacam ini dapat meningkatkan tingkat kelelahan seseorang.

    2.1.3.3 Pengukuran Iklim Kerja
    Untuk mengetahui iklim kerja disuatu tempat kerja dilakukan pengukuran besarnya tekanan panas salah satunya dengan mengukur ISBB atau Indeks Suhu Basah dan Bola (Tim Hiperkes, 2004), macamnya adalah:
    1. Untuk pekerjaan diluar gedung
    ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering
    2. Untuk pekerjaan didalam gedung
    ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi
    Alat yang dapat digunakan adalah Arsmann psychrometer untuk mengukur suhu basah, temometer kata untuk menguku kecepatan udara dan termometer bola untuk mengukur suhu radiasi. Selain itu pengukuran iklim kerja dapat mengunakan questemt digital. Adapun standar Nilai Ambang Batas (NAB) iklim kerja adalah 280C (Kep.Men no.51/Men/1999).


    2.2 Stres
    2.2.1 Pengertian Stres
    Menurut Morgan dan King, “…as an internal state which can be caused by physical demands on the body (disease conditions, exercise, extremes of temperature, and the like) or by environmental and social situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping” (Morgan & King, 1986: 321)
    Jadi stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994).
    Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.
    Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956).
    Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penilaian kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful. Sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu.
    2.2.2 Jenis-jenis Stres
    Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
    1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
    2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
    2.2.3 Pengertian Stres Kerja
    Definisi stres kerja dapat dinyatakan sebagai berikut :“Work stress is an individual’s response to work related environmental stressors. Stress as the reaction of organism, which can be physiological, psychological, or behavioural reaction” (Selye, dalam Beehr, et al., 1992: 623)
    Berdasarkan definisi di atas, stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja.
    2.2.4 Sumber-sumber Stres Kerja
    Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri. Soewondo (1992) mengadakan penelitian dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama, yakni:
    1. Kondisi dan situasi pekerjaan
    2. Pekerjaannya
    3. Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas
    4. Hubungan interpersonal
    Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
    1. Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.
    2. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
    3. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.
    4. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
    Sedangkan Cooper dan Davidson (1991) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:
    1. Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.
    2. Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.
    Cooper (dalam Rice, 1999) memberikan daftar lengkap stressor dari sumber pekerjaan yang tertera pada tabel berikut:

    Stressor
    Dari
    Stres Kerja Faktor Yang Mempengaruhi
    (Hal-hal Yang Mungkin Terjadi Di Lapangan) Konsekuensi Kondisi Yang
    Mungkin Muncul
    Kondisi pekerjaan • Beban kerja berlebihan secara kuantitatif
    • Beban kerja berlebihan secara kualitatif
    • Assembly-line hysteria
    • Keputusan yang dibuat oleh seseorang
    • Bahaya fisik
    • Jadwal bekerja
    • Technostress • Kelelahan mental dan/atau fisik
    • Kelelahan yang amat sangat dalam bekerja (burnout)
    • Meningkatnya kesensitivan dan ketegangan

    Stress karena peran • Ketidakjelasan peran
    • Adanya bias dalam membedakan gender dan stereotype peran gender
    • Pelecehan seksual • Meningkatnya kecemasan dan ketegangan
    • Menurunnya prestasi pekerjaan
    Faktor interpersonal
    • Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk
    • Persaingan politik, kecemburuan dan kemarahan
    • Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan • Meningkatnya ketegangan
    • Meningkatnya tekanan darah
    • Ketidakpuasan kerja
    Perkembangan karir • Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya
    • Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya
    • Keamanan pekerjaannya
    • Ambisi yang berlebihan sehingga mengakibatkan frustrasi • Menurunnya produktivitas
    • Kehilangan rasa percaya diri
    • Meningkatkan kesensitifan dan ketegangan
    • Ketidakpuasan kerja
    Struktur organisasi • Struktur yang kaku dan tidak bersahabat
    • Pertempuran politik
    • Pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang
    • Ketidakterlibatan dalam membuat keputusan • Menurunnya motivasi dan produktivitas
    • Ketidakpuasan kerja
    Tampilan rumah-pekerjaan • Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi
    • Kurangnya dukungan dari pasangan hidup
    • Konflik pernikahan
    • Stres karena memiliki dua pekerjaan
    • Meningkatnya konflik dan kelelahan mental
    • Menurunnya motivasi dan produktivitas
    • Meningkatnya konflik pernikahan

    2.2.5 Dampak Stres Kerja
    Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
    Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan. Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:
    1. Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
    2. Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.
    Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).
    Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
    1) Gejala psikologis
    Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :
    1. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
    2. Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
    3. Sensitif dan hyperreactivity
    4. Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
    5. Komunikasi yang tidak efektif
    6. Perasaan terkucil dan terasing
    7. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
    8. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
    9. Kehilangan spontanitas dan kreativitas
    10. Menurunnya rasa percaya diri
    2) Gejala fisiologis
    Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
    1. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
    2. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
    3. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
    4. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
    5. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
    6. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
    7. Gangguan pada kulit
    8. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
    9. Gangguan tidur
    10. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker
    3) Gejala perilaku
    Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
    1. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
    2. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
    3. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
    4. Perilaku sabotase dalam pekerjaan
    5. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
    6. Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
    7. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
    8. Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
    9. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
    10. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
    2.3 Kelelahan Kerja
    2.3.1 Pengertian Kelelahan Kerja
    Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.
    2.3.2 Jenis-jenis Kelelahan
    Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan, dan gizi. Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktivitas).
    Kelelahan dapat diatasi dengan beristirahat untuk menyegarkan tubuh. Apabila kelelahan tidak segera diatasi dan pekerja dipakasa untuk terus bekerja, maka kelelahan akan semakin parah dan dapat mengurangi produktivitas pekerja. Kelelahan sama halnya dengan keadaan lapar dan haus sebagai suatu mekanisme untuk mendukung kehidupan.
    Di samping kelelahan otot dan kelelahan umum, Grandjean (1988) juga mengklasifikasikan kelelahan ke dalam 7 bagian yaitu:
    1. Kelelahan visual, yaitu meningkatnya kelelahan mata
    2. Kelelahan tubuh secara umum, yaitu kelelahan akibat beban fisik yang berlebihan
    3. Kelelahan mental, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan mental atau intelektual
    4. Kelelahan syaraf, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh tekanan berlebihan pada salah satu bagian sistem psikomotor, seperti pada pekerjaan yang membutuhkan keterampilan
    5. Pekerjaan yang bersifat monoton
    6. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan akibat akumulasi efek jangka panjang
    7. Kelelahan sirkadian, yaitu bagian dari ritme siang-malam, dan memulai periode tidur yang baru.
    2.3.3 Teori Kelelahan
    Sampai saat ini masih berlaku dua teroi tentang kelelahan otot, yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat. Teori kimia menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energy dan meningkatnya sisa metabolism sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Suma’mur menyatakan bahwa produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat diperlukan minimal setengah jam setelah empat jam bekerja terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan menambah energy yang diperlukan tubuh untuk bekerja.
    Teori syaraf pusat menjelaskan bahwa bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi menyebabkan dihantarkannya rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang dan menyebabkan menurunnya kekuatan dan kecepatan kontraksi otot serta gerakan atas perintah menjadi lambat. Sehingga semakin lambat gerakan seseorang menunjukkan semakin lelah kondisi seseorang.
    2.3.4 Pengukuran Kelelahan
    Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) dalam Tarwaka et al (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yaitu:
    1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
    2. Uji psikomotor
    3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
    4. Perasaan kelelahan secara subjektif
    5. Uji mental

    BAB III PENUTUP

    3.1 Simpulan
    Berdasarkan hasil teori dapat diambil simpulan bahwa faktor fisik, stress dan kelelahan kerja adalah masalah yang sering dialami dalam bekerja, sehingga sangat mempengaruhi produktifitas pekerja, dengan merubah dan memodifikasi semuanya, bias didapatkan pekerja yang produktif dan optimal, bebas dari kecelakaan dan penyakit kerja dan penyakit akibat kerja.
    3.2 Saran
    Hendaknya masyarakat, pemerintah, dan sector swasta sebagai pelaksana K3 menyadari pentingnya mengubah keadaan sekarang ke keadaan ideal, sehingga bias mendapatkan hasil yang baik dikemudian Hari.

    DAFTAR PUSTAKA

    Beehr, T. A. (1978). Psychologycal Stress In The Workplace. London: Rotledge.
    Cooper, C. L., Dewe, P. J., & O’Driscoll, M. P. (1991). Organizational Stress: A Review and Critique of Theory, Research, and Applications. California: Sage Publications, Inc.
    Cooper, C. L., & Payne, R. (1994). Causes, Coping & Consequences of Stress at Work. USA: John Wiley & Sons, Ltd.
    Greenberg, J., & Baron, R. A. (1993). Behavior In Organizations: Understanding And Managing The Human Side Of Work. USA: Allyn & Bacon.
    Luthans, F. (1992). Organizational Behavior (6th ed.). Singapore: McGraw-Hill, Inc.
    Mitchell, T. R., & Larson, J. R. (1987). People in Organizations: An Introduction to Organizational Behavior (3rd ed.). USA: McGraw-Hill, Inc.
    Morgan, C. T., King, R. A, & Weisz, J. R. (1986). Introduction to Psychology (7th ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.
    Quick, J. C., & Quick, J. D. (1984). Organizational Stress And Preventive Management. USA: McGraw-Hill, Inc.
    Rice, P. L. (1999). Stress and Health (3rd ed.). California: Brooks/Cole Publishing Company.
    Selye, H. (1956). The Stress of Life. New York : McGraw Hill.
    Selye, H. (1983). Selye’s Guide To Stress Research (vol. 3). New York: Van Nostrand Reinhold Company, Inc.
    Grandjean, Etienne. 1988. Fitting the Task to the Man 4th Edition. Taylor & Francis Publisher, London.
    Pulat, Mustafa B. 2002. The Fundamental Ergonomics. Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey.
    Tarwaka et al. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Produktivitas. UNIBA Press, Surakarta.
    Suma’mur.1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT Toko Gunung Agung, Jakarta.
    Arthur Gyton dan John E. Hall. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (alih
    Bahasa: Irawati Setiawan. Jakarta: ECG
    Budi Imansyah S. 2005. K3 Modal Utama Kesejahteraan Buruh. Available: http://www .Pikiran Rakyat.Com/cetak/index htm.
    Carolin Wijaya. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja (alih bahasa: Joko Suyono). Jakarta: ECG-WHO
    Depkes RI. 1991. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal Di Indonesia.Jakarta: Depkes RI
    Depkes RI. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan dan Keputusan Direktur Jendral PPM&PLP Tentag Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta: Depkes RI
    Depnaker. 2004. Training Material Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bidang Keselamatan Kerja. Jakarta: Depnaker
    Diana Oktaviana, Ika Tisnawati, Arif Rahman, Editor Wahyu Purwanto. 2004. Ergonomi dan Perencanaan Sistem Kerja Analisis Pengaruh Faktor Fisik Terhadap Kondisi Kerja.Proceding Seminar Ergonomi 2. Yogyakarta
    Eko Nurmianto. 2003. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya
    Emil Salim. 2002. Green Company Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan & Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Astra Internasional TBK Heru Setiarto. 2002. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada pengemudi bus jurusan Grabag – borobudur,Skripsi. Semarang : UNDIP
    I Dewa N. 1999. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC John.S Nimpoeno, Alex papilaya, Suma’mur PK, RP.Sidabutar. 1989. Penyakit-penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Grafindo Utama
    Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2004. Pedoman Penyusunan Skipsi Mahasiswa Program Strata 1. Semarang
    Mike Wardhani, Suci Mahanani, Widhi Eviyanti. Editor Wahyu Purwanto.2004. Evaluasi Kebisingan, Temperatur dan Pencahayaan.Proceding Seminar Nasional Ergonomi 2. Yogyakarta
    Pandji Anoraga. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta
    Rizeddin Rasjid, Haryati, Siswanto. 1989. Ergonomi dan Bahaan Kimia. Surabaya: Balai Hiperkes & KK Jawa Timur
    Setyowati L. 1994. Kecelakaan Kerja Kronis, Kajian terhadap Tenaga Kerja, Penyusunan Alat Ukur serta Hubungan Alat ukur dan Produktivitas. Tesis Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta: UGM
    Soekidjo Notoatmodjo.2002. Metodologi Penelitian Kesehaatan.Jakata Rineka Cipta Singgih Santoso.2001. SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Provesional. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo
    Sritomo Wignjosoebrata.2003. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: Guna Widya
    Sugiyono. 1999. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta
    Suharsimi Arikunto.2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta
    Suma’mur PK. PK. 1996. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.Toko Gunung Agung
    Suma’mur PK. PK. 1999. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakata: CV Haji Masagung
    Sutaryono. 2002. Hubungan antara tekanan panas, kebisingan dan penerangan dengan kelelahan pada tenaga kerja di PT. Aneka Adho Logam Karya Ceper klaten, Skripsi. Semarang : UNDIP
    Tarwaka, Solichul, Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan Kerja Dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Pers
    BAB I PENDAHULUAN



    1.1 Latar Belakang Masalah
    Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
    Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
    Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
    Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
    Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
    Diantara sarana kesehatan, Laboratorium Kesehatan merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan laboratorium kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi laboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas laboratorium semakin meningkat.
    Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yang merupakan bahan toksisk korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologi. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah pecah, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan.
    Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor Kesehatan termasuk Laboratorium Kesehatan.
    1.2 Rumusan Masalah
    Bagaiaman pelaksanaan kegiatan Kesehatan dan Keselamatan kerja di laboratorium kesehatan?
    1.3 Tujuan
    Mengetahui gambaran pelaksanaan K3 di Laboratorium kesehatan.

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA



    2.1 Laboratorium
    Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.
    Disain laboratorium harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat. Selain itu Disain laboratorium harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap bahan kimia yang berbahaya yang dipakai.
    Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran. Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat yang aman dari bahaya kebakaran dapat disediakan bendung-bendung talam.
    Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh mungkin. Tempat penyimpanan di disain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar. Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K).
    2.2 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
    Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
    1. Kapasitas Kerja
    Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30?40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
    2. Beban Kerja
    Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
    3. Lingkungan Kerja
    Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

    2.3 Identifikasi Masalah K3 Laboratorium Kesehatan Dan Pencegahannya
    A. Kecelakaan Kerja
    Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.
    Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
    1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
    2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
    Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
    1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari :
    o Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
    o Lingkungan kerja
    o Proses kerja
    o Sifat pekerjaan
    o Cara kerja
    2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena :
    o Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
    o Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
    o Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
    o Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik.
    Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :
    1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium, Akibat :
    o Ringan
    o memar
    o Berat
    o fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
    Pencegahan :
    o Pakai sepatu anti slip
    o Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
    o Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
    o Pemeliharaan lantai dan tangga
    2. Mengangkat beban Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
    Akibat : cedera pada punggung.
    Pencegahan :
    o Beban jangan terlalu berat
    o Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
    o Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
    o Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
    3. Mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya Hal ini merupakan pekerjaan sehari-hari di laboratorium
    Akibat :
    o Tertusuk jarum suntik
    o Tertular virus AIDS, Hepatitis B.
    Pencegahan :
    o Gunakan alat suntik sekali pakai
    o Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip).
    o Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup
    4. Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
    Akibat :
    o Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian.
    o Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.
    Pencegahan :
    o Konstruksi bangunan yang tahan api
    o Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
    o Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
    o Sistem tanda kebakaran
    • Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera
    • Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis
    o Jalan untuk menyelamatkan diri
    o Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.
    o Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.
    2.4 Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di laboratorium kesehatan
    Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
    Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah ?penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
    Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)
    1) Faktor Biologis
    Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
    Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi
    Pencegahan :
    1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
    2. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
    3. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice)
    4. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
    5. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar
    6. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
    7. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
    8. Kebersihan diri dari petugas.
    2) Faktor Kimia
    Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, trhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
    Pencegahan :
    1. “Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
    2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
    3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.
    4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
    5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
    3) Faktor Ergonomi
    Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
    Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain)
    4) Faktor Fisik
    Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi :
    1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
    2. Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
    3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
    4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
    5. Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.
    Pencegahan :
    1. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
    2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
    3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
    4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
    5. Pelindung mata untuk sinar laser
    6. Filter untuk mikroskop
    5) Faktor Psikososial Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress :
    o Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
    o Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
    o Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.
    o Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.
    2.5 Pengendalian Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
    A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
    1. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
    2. Petugas kesehatan dan non kesehatan 1. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
    3. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
    4. Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
    5. Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
    6. Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.
    B. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain :
    1. Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
    2. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
    3. Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
    4. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
    5. Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.
    C. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain:
    1. Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
    2. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
    3. Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain
    D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
    Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment)
    Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
    1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umumPemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
    o Anamnese pekerjaan
    o Penyakit yang pernah diderita
    o Alrergi
    o Imunisasi yang pernah didapat
    o Pemeriksaan badan
    o Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
     Tuberkulin test
     Psiko test
    2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala
    Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
    1. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
    Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
    BAB III PENUTUP

    3.1 Kesimpulan
    Kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan laboratorium kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di laboratorium kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut.
    3.2 Saran
    Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola laboratorium kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di laboratorium kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.

    DAFTAR PUSTAKA

    Tresnaningsih, Erna Dr., MOH, PhD,SpOK . Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI, Jakarta, 2008.
    http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=127&Itemid=3


    TUGAS K3





    KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM KESEHATAN



    Disusun Oleh :

    JONESIUS EDEN MANOPPO
    NRI 0923211053























    PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARKAT
    PROGRAM PASCA SARJANA
    UNIVERSITAS SAM RATULANGI
    NOVEMBER 2009
    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan kasihNya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan penyusunan dari makalah ini.
    Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) mengenai masalah Faktor Fisik, Stres dan Kelelahan Kerja.
    Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Harapan Penyusun , makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi bidang ilmu yang berhubungan maupun khayalak umum dan dapat memberikan gambaran mengenai mengenai masalah Faktor Fisik, Stres dan Kelelahan Kerja. Kritik serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan.



    Manado, November 2009

    Penyusun













    DAFTAR ISI

    Halaman
    KATA PENGANTAR……………………………………………… i
    DAFTAR ISI…………………………………………………….. ii
    BAB I PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang ..........………………………………... 1
    1.2 Rumusan ........…………….........…………............… 2
    1.3 Tujuan dan Manfaat...………………………………........ 2
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA
    2.1 Faktor Fisik............………………………………........ 3
    2.2 Stres Kerja……………………………………………… 13
    2.3 Kelelahan Kerja.......................................................... 21

    BAB III PENUTUP
    4.1 Kesimpulan………………………………………….. 25
    4.2 Saran………………………………………………… 25

    DAFTAR PUSTAKA................................................................ 26

    Minggu, 13 September 2009

    Epidemiologi sudah berkembang pesat sejak zaman Yunani kuno. Ilmu ini sangat berpengaruh besar terhadap perilaku masyarakat guna mencapai tujuan sosial-humanisme. Etape-etape epidemiologi adalah sebagai berikut:
    1. Hippocrates, (circa 400 BCE): On Airs, Waters, and Places.
    2. John Graunt (1620-1674): Natural and Political Observations on the Bills of Mortality
    3. James Lind (1716-1794): A Treatise of the Scurvy in Three Parts
    4. William Farr: Campaigning statistician
    5. John Snow: On the Mode and Communication of Cholera
    6. Joseph Golderberger (1874-1929)
    Dari keseluruhan para ahli epidemiologi, John Snow lah yang dianggap sebagai Bapak Epidemiologi Modern.
    SEJARAH EPIDEMIOLOGI
    Epidemiologi pada mulanya diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya.
    Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut
    Epidemiologi merupakan ilmu yang telah dikenal lewat catatan sejarah pada zaman dahulu kala dan bahkan berkembang bersamaan dengan ilmu kedokteran karena kedua disiplin ilmu ini berkaitan satu sama lainnya. Epidemiologi dalam pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan penyakit butuh ilmu kedoteran seperti ilmu faal, biokimia, patologi, mikrobiologi dan genetika.
    Perbedaan antara ilmu kedokteran dengan ilmu epidemiologi terletak pada cara penanganan masalah kesehatan. Ilmu kedokteran menekankan pada pelayanan kasus demi kasus sedangkan epidemioogi menekankan pada kelmpok individu. Oleh karena itu, selain membutuhkan ilmu kedokteran, epidemiologi juga membutuhkan disiplin lmu-ilmu lain seperti demografi, sosiologi, antropologi, geologi, lingkungan fisik, ekonomi, budaya dan statiska.
    Dalam perkembangan ilmu epidemiologi sarat dengan hambatan-hambatan karena belum semua ahli bidang kedokteran setuju metode yang di gunakan pada epidemioogi. Hal ini disebabkan karena perbedaan paradigma dalam menangani masalah kesehatan antara ahli pengobatan dengan metode epidemiologi terutama pada saat berlakunya paradigma bahwa penyakit disebabkan oleh roh jahat.
    Keberhasilan menembus paradigma tersebut berkat perjuangan yang gigih para ilmuwan terkenal di kala itu. Seperti sekitar 1000 SM Cina dan India telah mengenalkan variolasi, Abad ke 5 SM muncul Hipocrates yang memperkenalkan bukunya tentang air,water and places, selanjutnya Galen melengkapi dengan faktor atmosfir, faktor internal serta faktor predisposisi. Abad 14 dan 15 terjjadi karantina berbagai penyakit yang di pelopori oleh V. Fracastorius dan Sydenham, selanjutnya pada tahun 1662 John Graunt memperkenalkan ilmu biostat dengan mencatata kematian PES & data metriologi. Pada tahun 1839 William Farr mengembangkan analisis statistik, matematik dalam epidemiologi dengan mengembangkan sistem pengumpulan data rutin tentang jumlah dan penyebab kematian dibandingkan pola kematian antara orang-orang yang menikah dan tidak, dan antara pekerja yang berbeda jenis pekerjaannya di inggris. Upaya yang telah dilakukan untuk mengembangkan sistem pengamatan penyakit secara terus menerus dan menggunakan informasi itu untuk perencanaan dan evaluasi program telah mengangkat nama William Farr sebagai the founder of modern epidemiology.
    Selanjutnya pada tahun 1848, John Snow menggunakan metode Epidemiologi dalam menjawab epidemi cholera di London, Kemudian berkembang usaha vaksinasi, analisis wabah, terakhir penggunaan metode epidemiologi pada penyakit keracunan dan kanker. Perkembangan epidemiologi surveilans setelah perang dunia II disusul perkembangan epidemiologi khusus. hal yang sama juga dilakukan Edwin Chadwik Pada tahun 1892 yaitu melakukan riset tentang masalah sanitasi di inggeris, serta Jacob henle, robert koch, Pasteur mengembangkan teori kontak penularan.
    Dari tokoh-tokoh tersebut paling tidak telah meletakkan konsep epidemiologi yang masih berlaku hingga saat ini. Konsep-konsep tersebut antara lain:
    1. Pengaruh lingkungan terhadap kejadian suatu penyakit
    2. Penggunaan data kuantitatif dan statistik
    3. Penularan penyakit
    4. Eksprimen pada manusia
    Di dalam perkembangan batasan epidemiologi selanjutnya mencakup sekurang-kurangnya 3 elemen, yakni :
    1. Mencakup semua penyakit
    Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi (malnutrisi), kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan di negara-negara maju, epidemiologi ini mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan.
    1. Populasi
    Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran dari penyakit-penyakit individu maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit pada populasi (masyarakat) atau kelompok.
    1. Pendekatan ekologi
    Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal inilah yang dimaksud pendekatan ekologis. Terjadinya penyakit pada seseorang dikaji dari manusia dan total lingkungannya.

    Referensi :
    1. Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
    2. Bustan MN ( 2002 ). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Rineka Cipta
    3. Nasry, Nur dasar-dasar epidemiologi
    4. Arsip mata kuliah FKM UNHAS 2006

    Referensi kaitan
    Indan Entjang ( 1979 ). Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, Penerbit Alumni
    Azrul Azwar ( 1999 ). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Binarupa Aksara.
    Bhisma Murti ( 2003 ). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

    Rabu, 29 Juli 2009

    jahil abis

    http://www.facebook.com/photo.php?pid=30176832&id=1438100944&comments#/album.php?aid=2013273&id=1438100944&ref=nf

    foto keluarga,,...hahahahaha

    http://www.facebook.com/album.php?aid=2023797&id=1007542773&ref=nf#/photo.php?pid=30496855&id=1007542773

    4 my superdad

    Suatu ketika, ada seorang anak wanita bertanya kepada Ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai suara batuk-batuknya. Anak wanita itu bertanya pada ayahnya, “Ayah, mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian hari kian terbungkuk?” Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai di beranda.

    Ayahnya menjawab : “Sebab aku Laki-laki.” Itulah jawaban Ayahnya. Anak wanita itu berguman : “Aku tidak mengerti.” Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran. Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan : “Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki.” Demikian bisik Ayahnya, membuat anak wanita itu tambah kebingungan.

    Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya lalu bertanya :”Ibu mengapa wajah ayah menjadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?”

    Ibunya menjawab: “Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar-benar bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian.” Hanya itu jawaban Sang Bunda.

    Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran.

    Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam mimpi itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa
    penasarannya selama ini.

    “Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman teduh dan terlindungi. “

    “Ku-ciptakan bahunya yang kekar & berotot untuk membanting tulang menghidupi seluruh keluarganya & kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya. “

    “Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya. “

    “Kuberikan Keperkasaan & mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya & yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih payahnya.”

    “Ku berikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat & membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya. ”

    “Ku berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai & mengasihi keluarganya, didalam kondisi & situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi & mengasihi sesama saudara.”

    “Ku-berikan kebijaksanaan & kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan & menyadarkan, bahwa Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yang baik adalah Istri yang senantiasa menemani. & bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Istri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar & saling melengkapi serta saling menyayangi.”

    “Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari & menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia & BADANNYA YANG TERBUNGKUK agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya. “

    “Ku-berikan Kepada Laki-laki tanggung jawab penuh sebagai Pemimpin keluarga, sebagai Tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung jawab ini adalah Amanah di Dunia & Akhirat.”

    Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut & berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnya yang sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayahnya.” AKU MENDENGAR & MERASAKAN BEBANMU, AYAH.”

    Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ayah…

    With Love to All Father ”